PLATYHELMINTHES

PENGERTIAN
PLATYHELMINTHES
Platyhelminthes adalah filum dalam Kerajaan Animalia (hewan). Filum ini mencakup semua cacing pipih
kecuali Nemertea, yang dulu merupakan salah satu kelas pada Platyhelminthes, yang telah
dipisahkan.
CIRI
CIRI PLATYHELMINTHES
Ciri-ciri
Platyhelminthes:
1. Memiliki tubuh yang pipih, simetris, dan tidak bersegmen.
2. Mempunyai satu lubang mulut tanpa dubur.
3. Hidup sebagai parasit, mempunyai alat hisap akan tetapi juga ada yang hidup bebas.
4. Reproduksi generatif dengan perkawinan silang, secara vegetatif dengan membelah diri (fragmentasi).
5. Hidup di air tawar/laut, tempat lembab, atau di dalam tubuh hewan lain.
6. Sangat sensitif terhadap cahaya.
1. Memiliki tubuh yang pipih, simetris, dan tidak bersegmen.
2. Mempunyai satu lubang mulut tanpa dubur.
3. Hidup sebagai parasit, mempunyai alat hisap akan tetapi juga ada yang hidup bebas.
4. Reproduksi generatif dengan perkawinan silang, secara vegetatif dengan membelah diri (fragmentasi).
5. Hidup di air tawar/laut, tempat lembab, atau di dalam tubuh hewan lain.
6. Sangat sensitif terhadap cahaya.
Struktur dan fungsi tubuh platyhelminthes
Sistem pencernaan
Sistem
pencernaan cacing pipih disebut sistem gastrovaskuler, dimana peredaran makanan tidak melalui darah tetapi oleh usus.[3] Sistem pencernaan cacing pipih dimulai dari mulut, faring, dan dilanjutkan ke kerongkongan.[3]. Di belakang kerongkongan ini terdapat usus yang memiliki cabang ke seluruh tubuh.[3] Dengan demikian, selain mencerna makanan, usus juga mengedarkan makanan ke
seluruh tubuh.[3]
Selain itu, cacing
pipih juga melakukan pembuangan sisa makanan melalui mulut karena tidak
memiliki anus.[3] Cacing pipih tidak memiliki sistem transpor karena
makanannya diedarkan melalui sistem gastrovaskuler.[3] Sementara itu, gas O2 dan CO2 dikeluarkan dari
tubuhnya melalui proses difusi.[3]
Indera
Beberapa
jenis cacing pipih memiliki sistem penginderaan berupa oseli, yaitu bintik mata yang mengandung pigmen peka terhadap
cahaya. [3] Bintik mata tersebut biasanya berjumlah sepasang dan
terdapat di bagian anterior (kepala). [3] Seluruh cacing pipih memiliki indra meraba dan sel kemoresptor di seluruh
tubuhnya.[4] Beberapa spesies juga memiliki indra tambahan berupa
aurikula (telinga), statosista (pegatur keseimbangan), dan reoreseptor (organ
untuk mengetahui arah aliran sungai). [3] Umumnya, cacing pipih memiliki sistem osmoregulasi yang
disebut protonefridia. [5] Sistem ini terdiri dari saluran berpembeluh yang berakhir di sel api.[4] Lubang pengeluaran cairan yang dimilikinya disebut protonefridiofor yang berjumlah sepasang
atau lebih. [5] Sedangkan, sisa metabolisme tubuhnya dikeluarkan secara difusi melalui dinding sel. [5]
Sistem syaraf
Ada beberapa macam sistem
syaraf pada cacing pipih[3]:
•
Sistem
syaraf tangga tali merupakan sistem syaraf yang paling
sederhana. [3]Pada sistem tersebut, pusat susunan saraf yang disebut
sebagai ganglion otak terdapat di bagian kepala dan
berjumlah sepasang. [3] Dari kedua ganglion otak tersebut keluar tali saraf sisi yang memanjang di
bagian kiri dan kanan tubuh yang dihubungkan dengan serabut saraf melintang. [3]
•
Pada
cacing pipih yang lebih tinggi tingkatannya, sistem saraf dapat tersusun dari
sel saraf (neuron) yang dibedakan menjadi sel saraf sensori (sel pembawa
sinyal dari indera ke otak), sel saraf motor (sel pembawa dari otak ke
efektor), dan sel asosiasi (perantara).[3]
Sistem
Reproduksi
Organ reproduksi jantan (testis) dan organ betina (Ovarium) pada Platyhelminthes terdapat dalam satu individu sehingga disebut hewan hemafrodit. Alat reproduksi terdapat pada bagian ventral tubuh. Platyhelminthes ada yang hidup bebas maupun parasit. Platyhelminthes yang hidup bebas memakan hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat organik lainnya seperti sisa organisme. Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan atau cairan tubuh inangnya.
Habitat Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembap. Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
Reproduksi Platyhelminthes dilakukan secara seksual dan aseksual. Pada reproduksi seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum oleh sperma terjadi di dalam tubuh (internal). Fertilisasi dapat dilakukan sendiri ataupun dengan pasangan lain. Reproduksi aseksual tidak dilakukan oleh semua Platyhelminthes. Kelompok Platyhelminthes tertentu dapat melakukan reproduksi aseksual dengan cara membelah diri (fragmentasi), kemudian regenerasi potongan tubuh tersebut menjadi individu baru.
Organ reproduksi jantan (testis) dan organ betina (Ovarium) pada Platyhelminthes terdapat dalam satu individu sehingga disebut hewan hemafrodit. Alat reproduksi terdapat pada bagian ventral tubuh. Platyhelminthes ada yang hidup bebas maupun parasit. Platyhelminthes yang hidup bebas memakan hewan-hewan dan tumbuhan kecil atau zat organik lainnya seperti sisa organisme. Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan atau cairan tubuh inangnya.
Habitat Platyhelminthes yang hidup bebas adalah di air tawar, laut, dan tempat-tempat yang lembap. Platyhelminthes yang parasit hidup di dalam tubuh inangnya (endoparasit) pada siput air, sapi, babi, atau manusia.
Reproduksi Platyhelminthes dilakukan secara seksual dan aseksual. Pada reproduksi seksual akan menghasilkan gamet. Fertilisasi ovum oleh sperma terjadi di dalam tubuh (internal). Fertilisasi dapat dilakukan sendiri ataupun dengan pasangan lain. Reproduksi aseksual tidak dilakukan oleh semua Platyhelminthes. Kelompok Platyhelminthes tertentu dapat melakukan reproduksi aseksual dengan cara membelah diri (fragmentasi), kemudian regenerasi potongan tubuh tersebut menjadi individu baru.
Cara
hidup
Platyhelminthes bisa hidup bebas ataupun parasit. Platyhelminthes yang hidup bebas memakan organisme lain. Sedangkan Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan inangnya (manusia, siput, babi, sapi, dll).
Platyhelminthes bisa hidup bebas ataupun parasit. Platyhelminthes yang hidup bebas memakan organisme lain. Sedangkan Platyhelminthes parasit hidup pada jaringan inangnya (manusia, siput, babi, sapi, dll).
Klasifikasi
Platyhelminthes
Jenis Platyhelminthes dikelompokan menjadi tiga kelas, yaitu :
- Turbellaria (cacing rambut getar),
- Trematoda (cacing isap), dan
- Cestoda (cacing pita).
Jenis Platyhelminthes dikelompokan menjadi tiga kelas, yaitu :
- Turbellaria (cacing rambut getar),
- Trematoda (cacing isap), dan
- Cestoda (cacing pita).
Kelas
Turbellaria
Cacing kelas ini hidup babas dan tidak memiliki alat hisap. Turbellaria memiliki ukuran tubuh bersilia dengan ukuran 15 – 18 mm. Silia digunakan untuk bergerak. Pergerakan juga dapat menggunakan otot dengan gerakan seperti gelombang. Pada kalas ini akan dibahas mengenai ciri salah satu contoh Turbellaria, yaitu Dugesia. Bagian anterior tubuh Dugesia berbentuk segitiga dan memiliki sistem indera berupa sepasang bintik mata serta celah yang disebut aurikel. Bintik mata untuk membedakan keadaan gelap dan terang, sedangkan aurikel berfungsi sebagai indera pembau saat Dugesia mencari makanannya. Permukaan tubuh bagian ventral Dugesia memiliki silia yang berfungsi untuk pergerakan. Pada bagian tengah tubuhnya terdapat mulut. Melalui mulut, faring dapat dijulurkan keluar untuk menangkap mangsa yang selanjutnya dicerna di dalam usus.
Sistem eksresi Dugesia terdiri dari saluran bercabang-cabang yang disebut protonefridia, memanjang dari pori-pori pada permukaan tubuh bagian dorsal sampai ke sel-sel api dalam tubuhnya. Sel- sel api yang berbentuk seperti bola lampu dan memiliki silia di dalamnya. Pergerakan silia berfungsi untuk menggerakkan air dalam sel menyerupai nyala api sehingga sel tersebut dinamakan sel api. Dugesia merupakan hewan hemafrodit, namun reproduksi seksual tidak dapat dilakukan hanya oleh satu individu.Fertilisasi dilakukan secara silang oleh dua individu Dugesia. Zigot yang terbentuk berkembang tanpa melalui proses periode larva. Sedangkan reproduksi aseksual adalah dengan membelah dirinya dan setiap belahan tubuh akan menjadi individu baru yang dikarenakan oleh daya regenerasinya yang sangat tinggi.
Cacing kelas ini hidup babas dan tidak memiliki alat hisap. Turbellaria memiliki ukuran tubuh bersilia dengan ukuran 15 – 18 mm. Silia digunakan untuk bergerak. Pergerakan juga dapat menggunakan otot dengan gerakan seperti gelombang. Pada kalas ini akan dibahas mengenai ciri salah satu contoh Turbellaria, yaitu Dugesia. Bagian anterior tubuh Dugesia berbentuk segitiga dan memiliki sistem indera berupa sepasang bintik mata serta celah yang disebut aurikel. Bintik mata untuk membedakan keadaan gelap dan terang, sedangkan aurikel berfungsi sebagai indera pembau saat Dugesia mencari makanannya. Permukaan tubuh bagian ventral Dugesia memiliki silia yang berfungsi untuk pergerakan. Pada bagian tengah tubuhnya terdapat mulut. Melalui mulut, faring dapat dijulurkan keluar untuk menangkap mangsa yang selanjutnya dicerna di dalam usus.
Sistem eksresi Dugesia terdiri dari saluran bercabang-cabang yang disebut protonefridia, memanjang dari pori-pori pada permukaan tubuh bagian dorsal sampai ke sel-sel api dalam tubuhnya. Sel- sel api yang berbentuk seperti bola lampu dan memiliki silia di dalamnya. Pergerakan silia berfungsi untuk menggerakkan air dalam sel menyerupai nyala api sehingga sel tersebut dinamakan sel api. Dugesia merupakan hewan hemafrodit, namun reproduksi seksual tidak dapat dilakukan hanya oleh satu individu.Fertilisasi dilakukan secara silang oleh dua individu Dugesia. Zigot yang terbentuk berkembang tanpa melalui proses periode larva. Sedangkan reproduksi aseksual adalah dengan membelah dirinya dan setiap belahan tubuh akan menjadi individu baru yang dikarenakan oleh daya regenerasinya yang sangat tinggi.
Kelas
Trematoda
Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat pengisap. Alat pengisap terdapat pada mulut di bagian anterior tubuhnya. Kegunaan alat isap adalah untuk menempel pada tubuh inangnya. Pada saat menempel cacing ini mengisap makanan berupa jaringan atau cairan tubuh inangnya. Dengan demikian, Trematoda merupakan hewan parasit. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan tubuhnya tidak memiliki silia. Salah satu contoh Trematoda adalah cacing hati (Fasciola hepatica). •
Trematoda disebut sebagai cacing isap karena cacing ini memiliki alat pengisap. Alat pengisap terdapat pada mulut di bagian anterior tubuhnya. Kegunaan alat isap adalah untuk menempel pada tubuh inangnya. Pada saat menempel cacing ini mengisap makanan berupa jaringan atau cairan tubuh inangnya. Dengan demikian, Trematoda merupakan hewan parasit. Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata. Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula dan permukaan tubuhnya tidak memiliki silia. Salah satu contoh Trematoda adalah cacing hati (Fasciola hepatica). •
Ciri-ciri
Fasciola Hepatica
Fasciola Hepatica hidup pada saluran empedu hewan ternak. Tubuh berbentuk seperti daun yang membulat pada ujung depan dan lancip pada ujung belakang. Panjang tubuh sekitar 30 mm. alat hisap depan dikelilingi oleh mulut. Mulut dilengkapi dengan faring dan esophagus. Cacing ini memiliki saluran pencernaan yang hanya memiliki satu lubang sebagai mulut dan sekaligus sebagai anus.
Alat eksresi fasciola hepatica berupa sel api (flame cell). System saraf dilengkapi sepasang ganglion dengan saraf longitudinal dan saraf transversal. Alat reproduksi pada Fasciola Hepatica jantan memiliki sepasang testis dan penis. Testis bercabang-cabang yang terletak di bagian tengah tubuh. Alat reproduksi pada cacing betina adalah ovarium. Ovarium yang bercabang ini memiliki kelenjar kuning telur. Setiap telur yang telah mengalami fertilisasi bercampur dengan kuning telur dan diberi pelindung berupa cangkang.
Telur yang keluar dari tubuh cacing akan melewati saluran empedu yang kemudian sampai di usus halus (intestin). Telur keluar dari tubuh hewan ternak melalui feses. Telur yang berada pada lingkungan yang ideal akan menetas pada waktu 9 hari. Jika suhu dingin, telur dapat bertahan untuk beberapa tahun. •
Fasciola Hepatica hidup pada saluran empedu hewan ternak. Tubuh berbentuk seperti daun yang membulat pada ujung depan dan lancip pada ujung belakang. Panjang tubuh sekitar 30 mm. alat hisap depan dikelilingi oleh mulut. Mulut dilengkapi dengan faring dan esophagus. Cacing ini memiliki saluran pencernaan yang hanya memiliki satu lubang sebagai mulut dan sekaligus sebagai anus.
Alat eksresi fasciola hepatica berupa sel api (flame cell). System saraf dilengkapi sepasang ganglion dengan saraf longitudinal dan saraf transversal. Alat reproduksi pada Fasciola Hepatica jantan memiliki sepasang testis dan penis. Testis bercabang-cabang yang terletak di bagian tengah tubuh. Alat reproduksi pada cacing betina adalah ovarium. Ovarium yang bercabang ini memiliki kelenjar kuning telur. Setiap telur yang telah mengalami fertilisasi bercampur dengan kuning telur dan diberi pelindung berupa cangkang.
Telur yang keluar dari tubuh cacing akan melewati saluran empedu yang kemudian sampai di usus halus (intestin). Telur keluar dari tubuh hewan ternak melalui feses. Telur yang berada pada lingkungan yang ideal akan menetas pada waktu 9 hari. Jika suhu dingin, telur dapat bertahan untuk beberapa tahun. •
Siklus hidup Fasciola Hepatica Telur
Fasciola Hepatica menetas menjadi larva bersilia yang disebut mirasidium.
Mirasidium akan berenang di air tetapi tidak lebih dari 24 jam. Mirasidium ini
harus menemukan inang sementara, yaitu siput air tawar (Lymnaea javanica). Jika
larva tidak menemukan siput air tawar, mirasidium akan mati. Larva mirasidium
menginfeksi siput air tawar disertai menghilangkan silianya. Dalam waktu dua
minggu larva mirasidium berkembang menjadi sporokist. Dalam tubuh siput,
sporokist secara paedogenesis berkembang menjadi larva lain yaitu disebut
redia. Setiap satu sporokist akan menjadi 3-8 redia. Setelah delapan hari,
redia berubah menjadi serkaria dengan ekor yang membulat. Serkaria ini akan
keluar dari tubuh siput.
Larva akan berenang untuk beberapa jam
dan menempel pada rumput air. Pada waktu menempel di rumput air, larva serkaria
melepaskan ekornya sehingga berubah menjadi metaserkaria. Metaserkaria dapat
menempel pada rumput sampai beberapa bulan. Jika rumput dimakan oleh hewan
ternak, larva ini kan masuk ke usus halus hewan ternak. Larva ini menembus
dinding usus dan bersama aliran darah dapat sampai ke hati hewan ternak untuk
beberapa minggu. Setelah dari hati, larva menuju saluran empedu dan menjadi
dewasa. Cacing dewasa dalam saluran empedu akan bertelur. Telur tersebut keluar
melalui usus.
Beberapa jenis cacing hati yang dapat
menginfeksi manusia antara lain sebagai berikut :
Opisthorchis sinensis Ø( Cacing hati cina ) cacing dewasa hidup pada organ hati manusia. Inang perantaranya adalah siput air dan ikan. -
Schistosoma japonicum. Cacing ini hidup di dalam pembuluh darah pad saluran pencernaan manusia. Manusia merupakan inang utamanya, namun hewan juga dapat terinfeksi seperti tikus, anjing, babi, dan sapi. Inang perantaranya adalah siput amphibi
Oncomelania hupensis.Cacing ini menyebabkan penyakit skistosomiasis dengan ciri demam, anemia, disentri, Øberat badan turun, dan pembengkakan hati. -
Paragonimus westermani. Cacing ini hidup dalam paru-paru manusia. Inang perantaranya adalah udang air tawar.
Opisthorchis sinensis Ø( Cacing hati cina ) cacing dewasa hidup pada organ hati manusia. Inang perantaranya adalah siput air dan ikan. -
Schistosoma japonicum. Cacing ini hidup di dalam pembuluh darah pad saluran pencernaan manusia. Manusia merupakan inang utamanya, namun hewan juga dapat terinfeksi seperti tikus, anjing, babi, dan sapi. Inang perantaranya adalah siput amphibi
Oncomelania hupensis.Cacing ini menyebabkan penyakit skistosomiasis dengan ciri demam, anemia, disentri, Øberat badan turun, dan pembengkakan hati. -
Paragonimus westermani. Cacing ini hidup dalam paru-paru manusia. Inang perantaranya adalah udang air tawar.
Kelas
Cestoda
Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya pipih panjang seperti pita. Tubuh Cestoda dilapisi kutikula dan terdiri dari bagian anterior yang disebut skoleks, leher (strobilus), dan rangkaian proglotid. Pada skoleks terdapat alat pengisap. Skoleks pada jenis Cestoda tertentu selain memiliki alat pengisap, juga memiliki kait (rostelum) yang berfungsi untuk melekat pada organ tubuh inangnya. Dibelakang skoleks pada bagian leher terbentuk proglotid. Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium). Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri. Proglotid yang dibuahi terdapat di bagian posterior tubuh cacing. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersama dengan tinja. Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus inangnya. Sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya karena cacing ini tidak memiliki mulut dan pencernaan (usus) . Manusia dapat terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna. Inang pernatara Cestoda adalah sapi pada Taenia saginata dan babi pada taenia solium.
Cestoda juga disebut sebagai cacing pita karena bentuknya pipih panjang seperti pita. Tubuh Cestoda dilapisi kutikula dan terdiri dari bagian anterior yang disebut skoleks, leher (strobilus), dan rangkaian proglotid. Pada skoleks terdapat alat pengisap. Skoleks pada jenis Cestoda tertentu selain memiliki alat pengisap, juga memiliki kait (rostelum) yang berfungsi untuk melekat pada organ tubuh inangnya. Dibelakang skoleks pada bagian leher terbentuk proglotid. Setiap proglotid mengandung organ kelamin jantan (testis) dan organ kelamin betina (ovarium). Tiap proglotid dapat terjadi fertilisasi sendiri. Proglotid yang dibuahi terdapat di bagian posterior tubuh cacing. Proglotid dapat melepaskan diri (strobilasi) dan keluar dari tubuh inang utama bersama dengan tinja. Cestoda bersifat parasit karena menyerap sari makan dari usus halus inangnya. Sari makanan diserap langsung oleh seluruh permukaan tubuhnya karena cacing ini tidak memiliki mulut dan pencernaan (usus) . Manusia dapat terinfeksi Cestoda saat memakan daging hewan yang dimasak tidak sempurna. Inang pernatara Cestoda adalah sapi pada Taenia saginata dan babi pada taenia solium.
Peranan
Platyhelminthes bagi Kehidupan Manusia
Pada umumnya Platyhelminthes merugikan, sebab parasit pada manusia maupun hewan. Umumnya, mereka menyebabkan penyakit yang dapat merusak organ dalam di tubuh organisme yang di tumpangi, baik pada hewan, tumbuhan, maupun manusia, kecuali Planaria. Planaria dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan.
Pada umumnya Platyhelminthes merugikan, sebab parasit pada manusia maupun hewan. Umumnya, mereka menyebabkan penyakit yang dapat merusak organ dalam di tubuh organisme yang di tumpangi, baik pada hewan, tumbuhan, maupun manusia, kecuali Planaria. Planaria dapat dimanfaatkan untuk makanan ikan.
Penyakit yang disebabkan Platyhelminthes
Beberapa spesies Platyhelminthes
dapat menimbulkan penyakit pada manusia dan hewan. [8] Salah satu diantaranya adalah genus Schistosoma yang dapat menyebabkan skistosomiasis, penyakit parasit yang ditularkan
melalui siput air tawar pada manusia.[8] Apabila cacing tersebut berkembang di tubuh manusia, dapat terjadi
kerusakan jaringan dan organ seperti kandung kemih, ureter, hati, limpa, dan
ginjal manusia. [8](Inggris)[3] Kerusakan tersebut disebabkan perkembanganbiakan cacing Schistosoma di dalam tubuh hingga menyebabkan
reaksi imunitas. Penyakit ini merupakan salah satu penyakit endemik di Indonesia.[3] [8]. Contoh lainnya adalah Clonorchis sinensis yang menyebabkan infeksi cacing hati pada manusia dan hewan mamalia lainnya[9]. Spesies ini dapat menghisap darah manusia[9]. Pada hewan, infeksi cacing pipih juga dapat ditemukan, misalnya Scutariella
didactyla yang menyerang udang jenis Trogocaris dengan cara
menghisap cairan tubuh udang tersebut[10].
Planaria
Adalah salah satu contoh dari kelas tulberia.
Adapun ciri-ciri planaria sp adalah sebagai berikut:
Adapun ciri-ciri planaria sp adalah sebagai berikut:
- Bentuk tubuh pipih (dorvoventral),
bilateral simetri dan tidak bersegmen, pada bagian kepala terdapat bagian
yang mirip dengan telingan (auricle) yang dipenuhi reseptor kimia.
- Bergerak dengan silia yang
terdapat pada epidermis tubuhnya.
- Mempunyai saluran pencernaan
yang terdiri dari mulut, faring dan usus. Planaria sp tidak
memiliki anus, sisa makanan yang tidak tercerna akan dikeluarkan melalui
mulut.
- Sistem eksresi menggunakan
sel-sel api yang tersebar di tepi tubuh.
- Sistem syaraf terdiri dari
ganglia yang terdapat di kepala serta pada bagian posterior terdapat dua
bintik mata (eye spot) yang sangat peka terhadap rangsang cahaya.
- Perkembangbiakan secara
seksual dan aseksual.
- Planaria sp bersifat hermaprodit serta
memiliki daya regenerasi yang tinggi
Cara Berkembang Biak Planaria .
Cacing Planaria umumnya berkembang biak secara aseksual dan
seksual. Cacing Planaria monoecious organ kelamin testes dan ovarium nya
membentuk ovotestes atau lebh dikenal dengan Hermaphhroditus, sehingga
melakukan pembuahan sendiri. Perkembangan cacing ini ada dua macam, yaitu
langsung(telur menetas menjadi cacing kecil tetapi menyerupai cacing dewasa)
dan tidak langsung(melalui bentuk larva yang bersilia). Asexual nya dengan
fragmentasi memutuskan bagian tubuhnya membentuk individu baru atau
meregenerasi dengan cepat yang terlihat pada planaria dan cacing pita Sedangkan
reproduksi seksual (generatif) dengan peleburan dua sel kelamin pada hewan yang
bersifat hemafrodit. Sistem reproduksi seksual pada Planaria terdiri atas
sistem reproduksi betina meliputi ovum, saluran ovum, kelenjar kuning telur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar